A. Manusia
1.
Pengertian
Manusia
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Manusia berarti makhluk yang
berakal budi. Sedangkan dalam Al’Quran manusia dapat diartikan sebagai insanul
kamil yang berarti yang sempurna.[1]
Pandangan Islam
Dalam
Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan,
al-naas, al-abd, bani
adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, ramah, atau makhluk yang
sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai
hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan
nabi Adam.
Namun
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang
paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Pandangan Islam tentang teori Evolusi Manusia
Teori ini di cetuskan oleh Charles Robert Darwin
(1809-1882) Dua inti pokok dari teori darwin :
1. Spesies yang hidup di masa sekarang berasal dari
makhluk hidup yang berasal dari masa lampau.
2. Evolusi terjadi karena adanya proses seleksi alam
(natural selections) Pengertian dan arti
definisi seleksi alam adalah seleksi yang terjadi pada individu-individu yang
hidup di alam, sehingga individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
tersebut akan terus hidup dan beranak pinak, sedangkan yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan alam lingkungan sekitarnya akan musnah dan hilang
dimakan waktu.[2]
Berdasarkan penemuan
fosil-fosil oleh para ilmuan berpendapat bahwa asal usul manusia sesuai dengan
teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera
berjalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling
sempurna.Teori evolusi ini dipelopori oleh seorang ahli zoologi bernama Charles
Robert Darwin (1809-1882). Dalam teorinya ia mengatakan: “Suatu benda (bahan)
mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada
kesempurnaan”.Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada
asal-usul manusia.
Teori ini mempunyai
kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan
tetap dalam keadaan seperti semula. Seperti ganggang biru yang diperkirakan
telah ada lebih dari satu milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang
lebih jelas lagi adalah hewan sejenis biawak atau komodo yang telah ada sejak
berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada. Jadi secara jujur dapat
kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena
antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
Lain halnya dengan apa
yang tertulis dalam kitab, khususnya Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an jika dipandukan
dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia
ini. Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah
dalam waktu enam masa. hal ini sesuai dengan firman Allah :
“Yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam diatas Arsy (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah itu
kepada Yang Maha Mengetahui.” (QS. Al Furqan (25) : 59)
Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum,
Protovozoikum, Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para
ahli, setiap periode menunjukan peubahan dan perkembangan yang bertahab menurut
susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing (tidak
bervolusi).[3]
B. Hukum
dan Perubahan
1. Pengertian
Hukum
Menurut Ultrech
Hukum adalah peraturan yang berisi perintah dan larangan
yang mengatur masyarakat, sehingga harus dipatuh.[4]
Pandangan Islam
Dalam Islam
tentu saja hukum yang berlaku bersumber pada agama Islam yang tentunya
berpedoman teguh pada Al-Qur’an. Dalam hal ini berarti hukum merupakan
suatu ketentuan yang telah ditetapkan Allah S.W.T yang baik atau buruknya, yang
dilarang maupun yang harus dijalankan oleh seorang muslim.[5]
2. Pengertian Perubahan
Menurut Para Ahli, Sebagai Berikut :
Cateora
Perubahan adalah hasil
suatu masyarakat yang mencari cara memecahkan masalah yang diciptakan oleh
perubahan dalam lingkungannya.[6]
C. Ayat dan Tafsir Tentang Manusia dan Perubahan Hukum
1. Manusia
Sebagai Khalifah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (al-Baqarah: 30)
Kata khalifah
berkata pada khalafah, artinya mengganti atau meneruskan.
dalam pengertian khalifah berarti seseorang menggantikan orang lain.
dengan ini menjadi jelas, mengapa pemimpin di negara islam degelari khalifah.
abu bakar, yang mengganti rasul setelah beliau
wafat, mendapat gelar khalifah rasul.
Makna
khalifah memunculkan banyak pendapat . Bahkan perbedaan pendapat muncul
dalam pembicaraan mengenai siapa mengganti atau mengikuti siapa. Tentang siapa
mengganti atau mengikuti siapa, terdapat 3 pendapat yang berbeda, yaitu Pertama
adalah pendapat yang mengatakan bahwa manusia merupakan spesis yang
menggantikan spesis lain yang perna lebih dahulu hidup di bumi. Dengan
demikian, manusia menurut pendapat ini merupakan khalifah zin di atas bumi. (
thabari, 1954-1968, jilid I : 450 ). Pendapat yang kedua adalah
yang mengatakan bahwa tiada makhuk lain di bumi, yang di ganti manusia. Istilah
khalifah, bagi kelompok ini menunjukkan sekelompok manusia yang mengganti
kelompok lain.[7]
Manusia sebagai
khalifah Allah fil ardhi menjadi wakil Tuhan di muka bumi, yang memegang mandat
Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan manusia mengelola serta
mendayagunakan apa yang ada di bumi, untuk kepentingan hidupnya. Dengan
demikian hal ini berarti ia diberi kepercayaan untuk mengelola bumi dan
karenanya mesti mengetahui seluk-beluk bumi, atau paling tidak punya potensi
untuk mengetahuinya.
Kedudukan manusia
sebagai khalifah atau pengganti Allah di muka bumi dikritisi oleh malaikat
karena mereka – manusia – mempunyai potensi untuk membuat kerusakan di muka
bumi. Akan tetapi Allah menegaskan bahwa malaikat belum mengetahui tentang
manusia, lalu manusia menunujukkan kemampuannya untuk menyebutkan nama-nama.
Dengan kemampuan ini, yang berarti juga kemampuan untuk berinisiatif, dengan
demikian manusia tidak hanya berpotensi merusak akan tetapi juga memiliki
potensi untuk berbuat kebaikan
Kisah penciptaan
manusia dalam bentuk serah terima "kekhalifahan di atas bumi", kepada
manusia, menurut Fazlur Rahman diwarnai dengan protes para malaikat dan
berkata: "Apakah engkau hendak menempatkan seseorang yang akan berbuat
aniaya di atas bumi dan yang akan menumpahkan darah, sedang kami selalu memuji
Kebesaran dan Kesucian-Mu? Allah tidak menyangkal tuduhan mereka terhadap manusia
itu tetapi Dia menjawab:' Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian
ketahui". Kemudian Allah membuat kompetisi di antara para malaikat dengan
Adam: siapakah di antara mereka yang lebih luas pengetahuannya. Dan kompetisi
ini dimenangkan oleh manusia yang mampu menyebutkan nama-nama sementara
malaikat tidak sanggup untuk melakukan hal tersebut. Keterangan ini menunjukkan
bahwa manusia (Adam) dapat memiliki pengetahuan yang kreatif. Setelah itu,
kemudian Allah menyuruh malaikat tersebut untuk bersujud kepada manusia (Adam).
Kedudukan manusia
sebagai khalifah Allah merupakan tanggungjawab moral manusia kepada Allah yang
harus menjadi tantangan bagi manusia untuk mewujudkan perannya untuk menjadi
penguasa di muka bumi dengan membawa misi Ilahi. Allah memberikan keistimewaan
kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu akal pikiran,
dan kebebasan untuk berkehendak. Semua penjelasan di atas, menjadi model
kepercayaan diri bahwa ia merupakan makhluk yang paling istimewa dari seluruh
makhluk lainnya dan akan mewujudkan tata sosial yang bermoral di atas dunia
sesuai dengan tujuannya di dunia yaitu ibadah.
2. Manusia
Sebagai Makhluk Terbaik.
لَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tin: 4)
Sesungguhnya
telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan dia
dengan ukuran tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangannya,
tidak seperti makhluk lain yang mengambil dan memakan makanannyadengan
mulutnya. Lebih dari itu kami istimewakan manusia dengan akalnya, agar bisa
berfikir dan menimba berbagai ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala
inspirasinya yang dengannya manusia bisa berkuasaatas segala makhluk. Manusia memiliki
kekuatan dan pengaruh yang dengan keduanya bisa menjangkau segala sesuatu.
Tetapi manusia
itu memang pelupa. Ia tidak menyadari keistimewaan yang dimilikinya. Bahkan ia
tidak menyangka bahwa seolah-olah dirinyatak ubahnya makhluk jenis lain. Akibatnya
ia malang-melintangdalam berbagai perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat
dan fitrah kejadiannya. Ia gemar mengumpulkan harta benda dan bersenang-senang
memenuhi hawa nafsu. Ia berpaling dari hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi
kehidupan akhiratnya, dan hal-hal yang mendatangkan keridhaan-nya yang bisa
mengantarkan kepada perolehan kenikmatan yang abadi. [8]
Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk makhluk yang paling sempurna dari
segi bentuk dan rupanya. setiap manusia yang dilahirkan di bumi adalah makhluk
terbaik di antara ratusan juta pesaing lainnya yang akan lahir ke muka bumi.
Setiap orang yang lahir
ke muka bumi akan berjuang berlomba-lomba menghadapi ratusan juta pesaing
lainnya untuk sampai ke tempat tujuan (ke tuba faloppi atau oviduk) untuk dapat
mencapai induk telur. Dengan tak kenal lelah mereka berenang beberapa milimeter
untuk melewati perjalanan yang penuh dengan mortalitas yang tinggi. Dalam
perjalanan sperma menuju indung telur ini hanya beberapa ribu yang dapat
menyelesaikan perjalanan dan dari ribuan ini hanya satu sperma yang akan
berhasil memasuki telur dan membuahinya. jika manusia menyadari kejadian ini
dengan memperhatikan dan mengambil ibroh dibalik kejadian tersebut, sudah
seharusnya setiap individu merasa bangga akan dirinya dan memiliki kepercayaan
diri karena merupakan makhluk terbaik dan terpilih di antara ratusan juta
lainnya untuk menjalankan amanah sebagai khalifah Allah.
Ayat berikut yang
memerintahkan manusia untuk memperhatikan proses penciptaan dengan menunjukkan
tentang proses penciptaan manusia:
فَلْيَنْظُرِ
الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ(5)خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ(6)يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang
terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.(at-Thariq: 5-7)
Dalam menafsirkan ayat
ini, Muhammad Abduh menafsirkan bahwa ia merupakan bukti kebenaran dalam ayat
sebelumnya yang menyatakan bahwa manusia senantiasa dijaga dan diperhatikan
oleh Allah. Hal ini mengingat bahwa "air yang memancar" adalah salah
satu benda cair yang tidak ada terlukis atau terbentuk di dalamnya pelbagai
peralatan yang mengandung fungsi kehidupan, seeperti yang aa dalam berbagai
anggota tubuh. Namun, "cairan ini" ternyata dapat tumbuh menjadi
suatu makhluk yang sempurna, yaitu manusia yang penuh dengan kehidupan, akal
dan persepsi, serta memiliki potensi untuk melaksanakan kekhalifahan di muka
bumi. Pembentukan dan penentuan kadar masing-masing komponen yang ada padanya,
serta penciptaaan pelbagai anggota tubuh yang di dalamnya ditanamkan potensi
tertentu, sehingga dengan itu ia mampu melaksanakan fungsinya, kemudian
ditambah lagi dengan akal serta daya persepsi: semua itu tidak mungkin
dibiarkan tanpa ada "penjaga" yang mengawasi serta mengaturnya yaitu
Allah.
Atau ayat ini dapat
bermakna sebagai penegas ayat sebelumnya: "apabila telah engkau ketahui
bahwa setiap jiwa pasti ada pengawasnya maka wajib atas setiap manusia untuk
tidak menelantarkan dirinya sendiri." Wajiblah ia berpikir tentang
kejadian dirinya serta bagaimana awal mula kejadiannya. Agar ia dapat
menyimpulkan bahwa Allah yang kuasa menciptakannya sejak pertama kali, pasti
kuasa pula untuk membangkitkannya lagi kelak. Kesadaran seperti itu akan
mendorong dirinya untuk melakukan amal-amal saleh dan berperilaku
sebaik-baiknya, serta menjauhkan diri dari pelbagai jalan kejahatan. Sebab mata
Sang Pengawas tak lengah sedikitpun. Kesadaran seperti inilah yang harus
dimiliki oleh setiap individu untuk mengetahui hakikat dirinya agar mampu
melakukan tindakan sesuai apa yang diperintahkan oleh sang penciptanya.
3. Manusia
Sebagai Makhluk Perubah
إِنَّ اللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. (ar-Ra'du:11)
Dalam Tafsir Jalalain
dijelaskan bahwa Allah tidak akan merampas nikmatnya dari manusia meskipun ia
melakukan maksiat. Ini dapat terjadi pada realitas empirik orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah sukses dalam keduniawian. Sementara al-Qurtubi
menjelaskan bahwa dalam ayat ini Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali
terdapat perubahan dalam diri mereka, atau orang lain yang mengamati mereka,
atau sebagian dari kaum mereka. Ayat ini tidak bermakna bahwa orang yang tidak
melakukan dosa tidak akan mendapatkan musibah atau azab karena tidak pernah
melakukan dosa. Sebagaimana Rasulullah bersabda: ketika ditanya apakah
orang-orang yang saleh itu akan dimusnahkan? Jawabnya: benar, apabila banyak
terjadi kerusakan dalam masyarakatnya semua ini menunjukkan bahwa manusia
memiliki potensi untuk berubah menuju kebaikan atau keburukan. Dominasi manusia
yang memiliki nilai negatif terhadap orang-orang saleh yang tidak mampu berbuat
apa-apa akan berakibat semuanya terkena musibah atau bencana yang melanda kaum
tersebut.
Berikut ini akan
penulis paparkan dan jelaskan dari Khutbah Idul Fitri Amin Rais, yang berjudul:
Membangun Rasa Percaya Diri. Menurut Amin saat ini bangsa Indonesia mengalami
keterpurukan di berbagai bidang kehidupan. Untuk keluar dari keterpurukan itu,
umat Islam sebagai bagian dari bangsa masih harus mengasah dan mempertajam
ketakwaan kita kepada Allah. Pada gilirannya bila ketakwaan semakin mantap maka
insya Allah semakin besar pula kepercayaan diri, self confidence, atau at-tsiqah
'ala an-nafs bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang
besar sekarang bangsa Indonesia berada dalam suasana tidak percaya diri,
malahan kadang-kadang seperti mengalami kebingungan. Berikut ini merupakan
bukti-bukti ketidak percayaan diri yang di jelaskannya:
Lihatlah bagaimana kita
merasa sudah tidak mampu lagi memperbaiki ekonomi kita dengan akal, energi,
daya dan kreativitas kita sendiri. Sebagai gantinya, kita serahkan sepenuhnya
nasib ekonomi kita kepada sebuah badan dana moneter internasional. Padahal
badan internasional tersebut ternyata tidak becus memperbaiki ekonomi
Indonesia.
Lihatlah bagaimana
mula-mula didirikan sebuah badan utuk menyehatkan perbankan dan berbagai BUMN
kita. Namun dalam perkembangannya badan itu kini menjadi juru lelang aset-aset
nasional. Mengapa? Karena kita tidak yakin dapat memperbaiki berbagai BUMN itu
dengan kemampuan dan akal sehat kita. Sikap yang diambil kemudian adalah jual
saja berbagai BUMN itu, habis perkara. Memang perkaranya habis karena kita
kemudian menjadi bangsa pelayan yang melayani kepentingan luar negeri.
Lihatlah bagaimana kita
bahkan tidak berani mengangkat kepala kita melihat pencurian tanah dan pasir
Indonesia yang sudah berlangsung hampir dua dasawarsa. Beberapa pulau di
sekitar Kepulauan Riau sudah lenyap karena sudah berpindah dan ditempelkan ke
suatu negara tetangga lewat proses reklamasi. Nampaknya kita tidak berani hanya
sekedar menegur, bahkan menyindir negara tetangga tersebut agar menghentikan
penjarahan tanah, pasir dan air kita. Masya Allah.
Lihatlah juga bagaimana
kita memperlakukan kekayaan alam kita yang dianugerahkan Allah kepada kita
bangsa Indonesia. Betapa banyak kontrak karya dibidang perminyakan, gas alam,
emas, perak, tembaga dan berbagai kekayaan miniral kita, yang amat sangat menguntungkan
pihak luar negeri dan cukup merugikan, bahkan menyengsarakan bangsa sendiri.
Mengapa? Karena kita beralasan tidak punya modal, tidak punya kemampuan
manajerial, tidak punya apa-apa untuk mengelola karunia dan anugerah kekayaan
alam itu dengan tangan kita sendiri.
Oleh sebab itu setiap
individu, para pemimpin dan rakyat seluruhnya, harus berusaha memulihkan
kembali rasa percaya diri yang kini sudah hilang. Perlunya upaya untuk
menemukan kembali dan memperkokoh rasa percaya diri bangsa Indonesia. Bangsa
manapun, tidak mungkin mengandalkan pemulihan kehidupan ekonomi, sosial,
politik, hukum, pendidikan dan lain-lain semata-mata pada kekuatan luar negeri.
Mustahil ada satu bangsa yang mau bersusah payah dan berkorban untuk bangsa
lain.
Karena itulah perlu
ditekankan kembali firman Allah dalam surat ar-Ra'du ayat 11: "... Allah
tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah
nasibnya". Juga firman Allah dalam surat al-Anfal ayat 53: " ...
Demikianlah Allah sekali-kali tidak akan merubah kenikmatan yang telah
dikaruniakan pada suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri yang
merubahnya..."
4.
Qur,an Surah An-Nahl : 101-103
Ayat ke 101
وَإِذَا بَدَّلْنَا آَيَةً مَكَانَ آَيَةٍ
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (101)
Artinya:
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat
ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang mengada-adakan
saja." Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui. (16: 101)
Berdasarkan
maslahat, Allah secara perlahan-lahan menurunkan hukum sebagian perbuatan. Hal
ini dapat disaksikan dalam hukum pengharaman minum minuman keras yang
diturunkan secara bertahap. Mereka yang menentang kebenaran Al-Quran menjadikan
alasan bahwa perubahan hukum ini menjadi bukti hukum tersebut tidak diturunkan
dari Allah, tapi Nabi Muhammad Saw yang mengeluarkan sendiri hukum tersebut.
Oleh karenanya, setiap kali Nabi berkehendak, hukum itu pasti diubahnya.
Ayat ini
mengatakan, "Setiap kali ayat baru yang memuat hukum baru diturunkan, para
penentang yang tidak mengenal maslahat hukum ilahi bakal menuduh Nabi Muhammad
Saw. Padahal Allah Swt lebih mengetahui dalam kondisi bagaimana menurunkan
hukum dan bila kondisinya memungkinkan akan diubah." Dalam syariat Islam
perubahan hukum ini disebut "naskh" dan tidak ada yang berhak
mengubah hukum Allah.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang
dapat dipetik:
1. Perubahan sejumlah hukum di masa permulaan
Islam berdasarkan maslahat dan kebijakan dari sisi Allah.
2. Manusia tidak mengetahui rahasia hukum dan
undang-undang ilahi. Oleh karenanya, mereka menyampaikan kritikan dan
pertanyaan.
Ayat ke 102
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ
بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
(102)
Artinya:
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril)
menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati)
orang-orang yang telah beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bari
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (16: 102)
Sebagai
jawaban atas tuduhan orang-orang musyrik yang disebutkan di ayat sebelumnya, di
mana mereka menuduh Nabi Muhammad Saw ikut campur tangan dalam perubahan ayat-ayat
dan hukum ilahi, ayat ini mengatakan, "Jawablah kepada mereka secara
transparan bahwa semua ayat-ayat al-Quran diturunkan dengan benar dan jujur
oleh Jibril, malaikat wahyu dan tidak ada kekurangan dan penyimpangan dalam
al-Quran. Bila ada perubahan parsial di sejumlah hukum, hal itu untuk
mempersiapkan orang-orang yang beriman mengamalkan kewajiban sementara agar
lebih mudah melaksanakan kewajiban yang asli. Begitu juga penurunan hukum
secara bertahan guna memperkuat keimanan mereka dan orang-orang yang
keimanannya belum kuat dapat memperoleh hidayah dan kabar gembira dengan cara
ini.”
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang
dapat dipetik:
1. Kandungan al-Quran berisikan kebenaran dan
hakikat. Kebenaran itu mulai dari model penurunan ayat-ayat al-Quran kepada
Nabi Muhammad Saw hingga penyampaiannya kepada masyarakat. Semuanya berlangsung
secara benar dan kokoh agar kebatilan tidak masuk ke dalamnya.
2. Derajat keimanan manusia berbeda-beda.
Sekelompok orang beriman sebatas lisan dan sebagian lainnya merasuk hingga ke
dalam hatinya. Al-Quran diturunkan kepada semua orang dan menjadi sumber
hidayah dan kabar gembira.
Ayat ke 103
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا
يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا
لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103)
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka
berkata, "Sesungguhnya Al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia
kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa)
Muhammad belajar kepadanya bahawa Ajam (non Arab). Sedang Al-Quran adalah dalam
bahasa Arab yang terang. (16: 103)
Melanjutkan
ayat-ayat sebelumnya tentang pelbagai tuduhan orang-orang yang menentang
Rasulullah Saw, ayat ini mengatakan, "Sebagian orang yang mengingkari malah
bertindak lebih jauh. Mereka tidak hanya mengatakan bahwa hanya ayat-ayat yang
diubah saja yang termasuk buatan Nabi Muhammad Saw, tapi juga seluruh sl-Quran
merupakan karya Nabi Muhammad Saw, bahkan isi dan bahasanya malah dinisbatkan
kepada selain nabi. Mereka mengatakan, "Muhammad terlebih dahulu
mempelajari masalah-masalah ini lalu kemudian mengaku sebagai nabi."
Pertanyaannya,
mengapa orang yang mengajar Muhammad tidak mengaku dirinya sebagai nabi tetapi
hanya muridnya yang mengaku nabi? Kedua, mereka yang disebut oleh orang-orang
musyrik sebagai pengajar nabi seluruhnya berasal dari luar jazirah Arab dan
mereka tidak mengenal bahasa Arab dengan fasih. Oleh karenanya, mereka tidak
mampu membawakan yang sama seperti al-Quran, yang oleh teman dan musuh menyebut
al-Quran sebagai mukjizat, bahkan sampai pada susunan katanya.
Mukjizat
al-Quran malah membuat para pengingarnya menyebutnya sebagai sihir dan syair,
sementara Nabi Muhammad saw dijuluki penyihir dan penyair. Untuk itu mereka
menasihati masyarakat agar tidak mendengar ayat-ayat al-Quran yang dibacakan
oleh Nabi Muhammad Saw. Karena tanpa sadar mereka yang mendengarnya langsung
terpengaruh dan seperti tersihir.
Bila
memang ada orang yang menjadi guru bagi nabi dan mengajarkan pelbagai masalah
ini, pertanyaannya mengapa ia tidak memperkenalkan dirinya agar masyarakat
mengenalnya dan mengimaninya. Pada prinsipnya bagaimana mungkin pernyataan
tantangan yang disampaikan al-Quran bahwa "Tidak ada satu orang pun yang
mampu mendatangkan satu surat seperti al-Quran", sampai sekarang tidak
terjawab oleh seorang pun? Bagaimana dapat membayangkan sebuah kitab yang semua
orang Arab non muslim tidak mampu membawakan satu surat, sementara seorang non
Arab mengajarkan semuanya kepada Nabi?
Ini
adalah sebagian dari pertanyaan-pernyataan yang sampai kini belum terjawab.
Karena al-Quran juga tidak mirip dengan ucapan Nabi Muhammad Saw yang
dikumpulkan dalam buku-buku hadis. Bila dibandingkan secara teliti, ayat-ayat
al-Quran benar-benar berbeda dengan hadis nabi.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang
dapat dipetik:
1. Mengenal pertanyaan dan ucapan orang-orang
yang menentang Islam, harus disertai dengan memberikan jawaban yang tepat dan
sesuai kepada mereka.
2. Kita harus
waspada akan dampak propaganda luas para musuh agar tidak terjadi masalah dalam
keimanan kita akan al-Quran. Kita harus berusaha agar menghilangkan setiap
kerancuan yang ada dengan jawaban yang logis dan tepat.
Tafsir lain :
Tafsir ayat 101-102
“Dan apabila
kami mengganti satu ayat di tempat ayat- padahal allah lebih mengetahui apa
yang diturunkannya – mereka berkata: “sesungguh nya engkau pengada ada. ”bahkan
kebanyakan mereka tidak mengetahui katakanlah: “yang telah menurukannya adalah
Rubul Qudus dari tuhan mu dengan hak untuk mneguhkan orang orang yang telah
beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi para muslimin.”
Uraian tentang
siapa yang di perdaia setan dan tentang kemantapan rayuan nya terhadap kaum
musyrikin, sekaligus uraian tentang al Quran yang kesemuanya menjadi poko urain
ayat ayat, mengandung uraian tentang tanggapan kaum musyrikin terhadap al quran
. apalagi terhadap tuntunan allah baik melalui al quran maupun sunah, yang di
ubah atau berbeda dengan tuntunan sebelumnya akibat perkembangan masyarakat dan
demi kemasyalahatannya. Ayat ni menguraikan hal itu dengan menyatakan bahwa dan
apabila kami mengganti suatu ayat al-qur’an di tempat ayat yang lain – padahal
allah yang mengetahuinya maha luas lebih mengetahui dari siapapun tentang apa
yang diturunkan nya, antara lain menyangkut kapan dan apa yang diganti dan
menggantikan serta apa yang merupakan kemaslahatan masyarakat. Apabila terjadi
yang demikian, sebagian mereka yang tidak mengetahui itu berkata : “sesungguhnya
engkau, wahai nabi muhammad, berbohong dalam pengakuanmu bahwa pergantian
itu bersumber dari allah, bahkan engkau banyak sekali berbohong sehingga engkau
sebenarnya adalah pengada - ada, layak nya pembohong. “
Ucapan kaum
muslimin musyrikin itu di sanggah bahwa sama sekali ucapan kaum musyrikin itu
disanggah bahwa sama sekali salah dan kedurhakaan ucapan itu, bahkan
kebanyakan mereka yang
bersinambung kekufuran dan
ucapannya yang semacam itu tidak mengetahui.
Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada mereka itu bahwa : ”aku bukannya
pengada, bukan juga atas kehendakku ayat ini dan itu digantikan,tetapi itu
semua adalah kehendak Allah dan yang telah menurunkannya, yakni membawa
turun al-Quran dan pergantian itu secara berangsur, adalah Ruhul Qudus,
yakni malaikat Jibri as.”
Selanjutnya,
ayat ini menekankan bahwa al-Quran bukan bersumber dari malaikat suci itu,bukan
jug dari manusia, tetapi ia bersumber dari Tuhan pemelihara dan
pembimbingmu, wahai Nabi Muhammad. Dia menurunkannya dengan haq, yakni
dalam keadaan dan di sertai dengan kebenaran dan berisikan kebenaran serta
dengan tujuan yang benar yaitu untuk meneguhkan hati dan pikiran orang-orang
yang telah beriman dan menjadi petunjuk yang sangat jelas menuju jalan
kebahagiaan serta kabar gembira bagi para muslimin, yakni orang-orang
yang berserah diri kepada Allah.
Kata ayah
pada ayat 101 di atas di pahami oleh beberapa ulama dalam arti mukjizat
sehingga ayat tersebut, menurut mereka, berbicara tentang oergantian mukjizat
atau bukti-bukti kebenaran yang di paparkan oleh Nabi Muhammad saw. pendapat
ini mereka kemukakan dalam rangka menolak pandangan ulama lain yang menyatakan
bahwa ada ayat al-Quran yang di batalkan ketentuan hukumnya dan di gantikan
oleh ayat yang lain, atau yang diistilahkan dalam ilmu-ilmu al-Quran dengan Naskh
dalam arti pembatalan hukum syariat dengan hadirnya hukum yang baru yang
bertentangan dengan hukum yang sebelumnya.
Hemat
penulis,memahami kata ”ayah” pada penggalan awal ayat diatas dengan
mukjizat dihadang oleh sekian banyak hal yang ditemukan dalam rangkaian redaksi
ayat itu sendiri. Dari segi konteks, jelas
bahwa Firman-Nya di atas berkaitan dengan firman Allah pada ayat-ayat
sebelumnya yang berbicara tentang al-Quran sehingga sangat wajar jika kata ”ayah”
disini di pahami sebagai ayat al-Quran. disisi lain menurut ayat ini pergantian
itu mengundang tuduhan kaum musrikin bahwa nabi muhammad SAW. pembohong.
Seandainya yang dimaksud dengannya adalah mukjizat, tentu penilaian itu
tidak sejalan dengan tuduhan karena pergantian suatu mukjizat dengan mukjizat
yang lain justru mengukuhkan kebenaran nabi SAW. disamping itu, kata diturunkan
dan menurunknnya demikian juga istilah ruhul kuddus, yakni malaikat jibril
a.s. kesemuanya mengisyaratkan uraian ayat berkaitan dengan turunnya al-qur’an
karena kita tidak menumukan pernyataan al-qur’an yang menyatakan bahwa malaikat
jibril a.s. membawa turun mukjizat. Justru malaikat itu yang di nyatakan oleh
al-qur’an secara tegas sebagai yang membawa turun ayat-ayat al-qur’an.
Namun demikian,
penulis tidak menilai ayat ini dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa adanya ayat-ayat al-qur’an yang
dibatalkan hukumnya tidak berlaku lagi. Karena pernyataan tentang adanya
pembatalan hukum baru ditempuh jika
terbukti ada ayat-ayat al-qur’an yang saling bertentangan. diketahui juga mana
hukum yang turun mendahului yang lain dan terbukti pula tidak dapat
dikompromikan disisilain, pada masa turunnya surah ini dalam priode mekah,
belum banyak kalau enggan berkata belum ada ayat-ayat hukum yang di batalkan
karena perkembangan masyarakat islam belum sepesat keadaan nya setelah nabi
berhijrah di madinah. Dapat juga ditambahkan bahwa pernyataan beberapa ulama
tentang adanya ayat-ayat yang bertentangan satu dengan lainy, dari masa ke
masa, semangkin berkurang. Bahkan, kini telah timbul pemikiran dan penafsiran
baru yang mampu mengompromikan semua
ayat-ayat yang semula di duga bertentangan oleh ulama terdahulu.
Memang, ada
ayat-ayat yang berbeda satu dengan lainnya, tetapi perbedaan itu tidak harus di
jadikan dasar untuk menyatakan bahwa ada ayat yang dibatalkan hukumnya. Kata baddalna
terambil dari kata baddala yang berarti mengganti. Yang
digantikan tidak harus berarti ia dibuang dan tidak dipakai lagi. Kata tersebut pada ayat ini mengandung makna
pergantian atau pengalihan dan pemindahan dari satu wadah ke
wadah yang lain. Dalam arti : ketetapan hukum atau tuntunan yang tadinya
diberlakukan pada suatu masyrakat diganti dengan hukum yang baru bagi mereka
tanpa membatalkan hukum atau tuntunan yang lalu. Bila suatu ketika ada
masyrakat lain yang kondisinya serupa dengan masyrakat islam di mekah ketika
turunnya yat yang digantikan itu, yang digantikan tersebut bisa diberlakukan
kepada mereka.
Selanjutnya
perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan ayat pengganti yang digantikan disini
tidak mutlak dalam arti ayat hukum. Bisa saja, misalnya, ada ayat yang
kandungan tuntunan nya ringan di laksanakan selalu disusun sesudahnya dengan
tuntunan dalam bidang lain yang pelaksanaan nya berat. Maka ketika itu, kaum
musrikin berkata bahwa ayat ringan menujukan ketegasan dan kekerasan.
seperti ayat yang menyatakan bahwa:
“ satu jiwa yang berdosa tidak dapat
memikul dosa satu jiwa yang lain. “
(Q.S al-an’am [6] : 164) dinilai oleh kaum musrikin bertentangan dengan
firmannya.
“ mereka memikul dosa dosa mereka
secara sempurna pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang-orang yang
mereka sesat kan tanpa pengetahuan” (
Q.S an-nahal [16] : 25 )
Demikian lebih
kurang maksud uraian ibnu asyur . hal yang mirip dikemukakan oleh tabba tabai’i
yang menyatakan bahwa pengalian redaksi itu bertujiuan menunjukan kesempurnaan
pemeliharaan dan rahmatnya kepada rasulullah SAW. ini juka lanjut taba taba’i
untuk menunjukan bahwa yang dimaksud dengan qul atau katakan lah yang di
perintahkan itu adalah penyampaian kepada mereka bukan sekedar mengucap kan
kata-kata tersebut.
Dan
sesungguhnya kami mengetahui bahwa mereka berkata, sesungguhnya ia diajarkan
kepada nya oleh seorang manusia. Bahasa orang yang mereka condong adalah ‘Ajam
sedang ini adalah bahasa arab yang terang.
Setelah
membantah ucapan kaum musrikin berkaitan dengan pergantian tuntunan al-qur’an
dengan bantahan yang jelas, kini disebut lagi dalil mereka yang lain yaitu: dan
sesungguhnya kami mengetahui secara terus-menerus bahwa mereka, yakni
orang-orang yang tidak mempercayai al-qur’an itu, di ajarkan kepadanya,
yakni kepada nabi muhammad oleh seorang manusia, yaitu seorang pemuda
romawi atau persia bukan malaikat yang datang menurun kan nya.” Tuduhan mereka
itu sungguh tidak benar. Bagaimana bisa benar, bahasa orang yang mereka
condong, yakni menuduh secarah batil, bahwa nabi muhammad belajar kepadanya
adalah bahasa ‘Ajam yakni bukan bahasa arab sedang ini yakni al-qur’an
adalah dalam bahasa arab yang terang dan mencapai puncak tertinggi dari
keindahan dan kedalaman makna yang tidak mampu di tandingi oleh siapapun walau
sastrawan arab bekerja sama untuk menandinginya.
Ayat di atas
menggunakan bentuk kata kerja masa kini ketika berbicara tentang pengetahuan
allah tentang na’lamu / kami mengetahui. demikian juga pengetahuan kaum
musyrikin menuduh al quran sebagai pengajaran orang lain kepada nabi Muhammad
saw. yu ‘ allimuhu. ini mengisyaratkan bahwan tuduahn seperti terus
berlanjut. Dahulu kamu musyrikin menuduh bahwa nabi muhammad saw. di ajar oleh
hamba sahaya oleh romawai bernam jabar. mereka memfitnah dengan menunjuk slam
al farisi yang berasal dari persia . jauh sesudah nabi saw . pun tuduhan masik
terdengar. syaid hub menulis bahwa kaum atheis di rusia dalam pertemuan para
orientalis pada 1954 mengakui bahwa al quran tidak mungkin merupakan hasil
karya seorang manusia, tetapi merupakan hasil banyak orang dan bahwa yang di
sampaikan oleh nabi muhammda saw. itu tidak mungkin kesemuanya di jajirah arab.
beberapa bagian di antarnya di tulis di jajirah arab. Beberapa bagian
diantaranya ditulis diluar arab. demikian mereka sadar mengakui keistimewaan al
qur an mereka enggan berkat bahwa apa yang di sampaikan nabi muhammad saw.
sendiri, tetapi sebagiannya di ajarkan oleh orang lain. ini serupa dengan
ucapan kaum musyrikin ini jahiliyah yang lalu. pengakuan itu tidak lain kecuali
karena mereka menemukan kandungan al quran sedemikian mengagumkan sehingga
lahir penilaian demikian .
Penggunaan kata
kami mengetahui bukan allah atau aku tuhan mengetahui,
agaknya mengisyaratkan bahwa tuduhan semacam itu walau mereka rahasiakan untuk
kepentingn menghalangi orang lain memercayai Al-qur’an, tetapi itu diketahui
Allah dan diketahui pula oleh sekelompok kaum muslimin yang kemudian harus
tampil membuktikan kebohongna mereka.
Ayat ini tidak
menjelaskan siapa yang mereka duga mengajarkan al-qur’an kepada nabi tetapi
sekedar mengatakan bahwa dia adalah seorang manusia tidak disebutnya
nama yang besangkutan bukan saja karena telah merupakan kebiasaan al-qur’an
tidak menyebut nama tetapi juga untuk menampung semua yang di duga oleh
siapapuyang mengajarkan kepada nabi muhammad SAW.[9]
[1] W.J.S
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka,
1985) hal
632
[2] Kementerian
Agama RI, Penciptaan Manusia Dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012),
hal. 8-9
[3] Muhammad
Fathurrohman, Proses Kejadian Manusia Dan
Nilai-Nilai Pendidikan Di Dalamnya, http//Proses Kejadian Manusia dan
Nilai-nilai Pendidikan di Dalamnya/2012/09/19.html. diakses pada hari sabtu 11
Juni 2016
[4] Kansil,
C.S.T. Drs. SH, Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta
Balai Pustaka, 1989) h. 5
[7] Abdur Rahman. Landsan
dan tujuan pendidikan menurut Al-qur’an (Bandung : CV. Diponegoro. 1982) h.
68.
[8] Ahmad
Mushthafa. Tafsir Al-Maraghi (Semarang : CV. Toha Putra. 1992) h. 341
[9] Ahmad Quraish
Shihab. Tafsir Al-misabh volume 6 (Jakarta : Lenterra Hati. 2002) h.
729-737
No comments:
Post a Comment