A.
Pengertian
Ibrah Sejarah
Didalam Al-Qur’an yang artinya : “maka tidakkah mereka mengadakan perjalanan
dimuka bumi sehingga mereka mendapat memperhatikan bagaimana kesudahan
orang-orang yang sebelum mereka ? Allah telah melimpahkan kebinasaan atas
mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat) seperti itu.” (Q.S
Muhammad/10 : 47).
“dan
berapa banyak umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka,yang mereka
itu lebih besar kekuatannya dari pada mereka ini, maka mereka (yang telah
dibinasakn itu) telah pernah menjelajah dibeberapa negeri. Adakah mereka
mendapat tempat lari (dari kebinasaan). Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat bagi orang-orang yang mempunyai hati atau orang yang
menggunakan pendengarannya, sedangkan dia menyaksikannya.”
(Q.S Qaf/50 : 36-37).
“maka
tidakkah mereka bepergian dimuka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan
orang-orang sebelum mereka ? (Q.S Yusuf/12 :109).
Al-Quran memberitahu kita tentang
para nabi terdahulu yang dating sebelum nabi Muhammad SAW. Didalam kitab suci
ini ada satu surat yang bernama surat Al-Anbiya/21 (para nabi) dan adapula yang
bernama Al-Qashash/28 (kisah-kisah). Lalu ditengah masyarakat kitab Qishash
Al-Anbiya (kisah-kisah para nabi) merupakan salah satu kitab yang sangat
popular melalui gambaran kehidupan para nabi tersebut kita diberi pelajaran
berharga tentang bagaimana para pribadi paripurna itu menjalani kehidupan
mereka, bagaimana mereka menghadapi tantangan kehidupan, bagaimana merek
menyikapi keberhasilan, bagaimana mereka memperlakukan umatnya yang patuh
maupun yang durhaka, bagaimana mereka memperlakukan kekayaan yang melimpah ruah
dan kekuasaan yang hamper tak terbatas, bagaimana mereka menghadapi ketiadaan
harta maupun keturunan, bagaimana mereka menghadapi derita ditimpa penyakit berkepanjangan.
Al-Qur’an member pembacanya
informasi tentang bangsa-bangsa terdahulu yang mencapai kejayaan dalam sejarah
tetapi kemudian haruss menghaapi kehancuran karena kedurhakaan kepada hokum
tuhan. Al-Qur’an juga menceritakan sejumlah pribadi yang menonjol baik karena
kebaikannya maupun karena kedurhakaannya. Para nabi jelas merupakan
pribadi-pribadi yang disayangi Allah swt. Dan tentu diceritakan untuk ditiru.
Jika Al-qur’an mengandung informasi
sejarah yang sedemikian kaya maka itu artinya menekankan betapa pentingnya umat
islam memiliki kesadaran sejarah yang baik. Sadar secara sejarah tidaklah
berarti bahwa semua orang islam mesti menjadi ahli sejarah dan menguasai
data-data historis secara terperinci.sadar secara sejarah dapat mengamnbil
bentuk kesadaran yang baik tentang proses panjang kehidupan manusia. Seorang
yang sadar bahwa manusia memiliki sejarah kehidupan yang panjang akan terdorong
untuk berfikir, berencana, dan bertindak tidak saja untuk kepentingan jangka
pendek, tetapi juga jangka panjang. Orang yang berkesadaran sejarah potensial
untuk terhindar dari sikap “pendek akal”.[1]
Aspek-aspek dari kesadaran sejarah,
yaitu
1. Dengan begitu maka seseorang lebih mengharagai apa yang ada sekarang.segala kebaikan, kemajuan, kesenangna, kemudahan yang diperoleh dalam hidup generasi sekarang adalah hasil dari sebuah proses sejarah yang panjang. Tanpa perjuangan dan upaya generasi masa lalu, yang sekarang tidak aka nada. Pada gilirannya ini akan menumbuhkan sikap menghargai secara positif segenap capaian yang ada saat ini.kesadaran sejarah ini juga relevan terhadap hal-hal negative yang sedang berlangsung. Setidaknya, dengan sejarah seseorang dibantu memahami apa yang terjadi dan dapat membangun sikap yang rasional dan proporsional terhadap keadaan. Banyak dari kekurangan yang sangat terjadi sesungguhnya berakar sangat dalam, dan penyebab-penyebabnya harus dicari dalam sejarah.2. Kesadaran sejarah dapat pula menjadi landasan tumbuhnya rasa tanggung jawab. Seorang yang menginsapi bahwa kebaikan yang dinikmatinya atau kesusahan yang harus ditanggungnya sekarang merupakan buah dari proses sejarah, tentulah terdorong untuk berfikir tentang masa yang akan dating serta bagaimana dia akan berperan dalam masa mendatang itu natinnya. Apakah dia akan melakukan sesuatu yang berguna dalam hidupnya dan nantinya akan membuahkan kebaikan bagi generasi mendatang, atau sebaliknya dia memilih untuk melakukan hal-hal yang buruk yang akan membuahkan bencana bagi mereka yang hidup belakangan ?kesadaran sejarah tadi, sekali lagi, membuat orang berfikir lebih panjang, karena dia sadar dia sedang hidup dalam satu momensejarah yang bertautan erat ke masa dahulu dan juga ke masa mendatang.Al- Qur’an jelas mengingatkan umat Islam mengetaui tentang sejarah secara baik : bangsa-bangsa yang sukses dalam sejarah,sebab-sebab dan cara-cara mereka menjadi sukses; bangsa-bansa yang gagal dalam sejarah, sebab-sebab dan cara-cara mereka hancur; individu- individu istimewa dan bagaimana mereka mengharungi hidup dan kehidupan.lalu kitab suci ini menganjurkan agar umat Islam mengambil pelajaran berharga dari pengalaman bangsa dan generasi yang telah dahulu menghuni panggung sejarah. Pelajaran inilah yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai ‘ibrah. Allah swt. Berfirman dalam Q.S. yusuf /12 :111, Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat ‘ibrah bagi orang-orang yangmenggunakan akal pikirannya.[2]
B.
I’tibar
dan Ibrah Pendidikan Islam Pada Masa Kemajuan
1. Semangat
Membangun Lembaga Pendidikan dan Dukungan Pemerintah
Faktor-faktor yang menyebabkan
berdirinya sekolah-sekolah diluar mesjid adalah :
a. Khalaqah-khalaqah
( lingkaran ) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, yang di dalam nya
juga terjadi diskusi dan perdebatan yang ramai, sering satu sama lain saling
mengganggu, disamping sering pula mengganggu orang-orang yang beribadah dalam
mesjid. Keadaan demikian, mendorong untuk dipindahkannya khalaqah-khalaqah
tersebut keluar lingkungan mesjid, dan didirikanlah banguna-bangunan sebagai
ruang-ruang kuliah atau kelas-kelas tersendiri dengan demikian kegiatan
pengajaran dari khalaqah-khalaqah tersebut tidak saling mengganggu satu sama
lain.
b. Dengan
berkembang luasnya ilmu pengetahuan baik mengenai agam maupun umum maka
diperlukan semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran-lingkaran pengajaran),
yang tidak mungkin keseluruhan tertampung dalm ruang mesjid.[3]
Disamping
itu tedapat factor-faktor lainnya yang mendorong bagi para penguasa dan
pemegang pemerintahan pada masa itu untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai
bangunan yang terpisah dari mesjid antara lain adalah :
a. Dalam
pemerintahan bani Abbasiyah, untuk mempertahankan kedudukan, mereka dalam
pemerintahan, mereka untuk berusaha menarik hati kaum muslimin pada umumnya
dengan jalan memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum. Mereka
berusaha untuk mendirikan sekolah-sekolah diberbagai tempat dan dilengkapi
dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan. Guru-guru digaji secara khusus
untuk mengajar sekolah-sekolah yang mereka dirikan.
b. Mereka
mendirikan sekolah-sekolah tersebut, disamping dengan harapan untuk mendapatkan
simpati dari rakyat umumnya, juga berharap mendapatkan ampunan dan pahala dari
Allah.
Pembesar Negara pada masa itu, dengan kekayaan
meraka yang luar biasa banyak yang hidup dalam kemewahan dan sering pula
berbuat maksiat dengan mendirikan sekolah-sekolah dan membiayai secukupnya, berarti
mereka telah mewakafkan dan membelanjakan harta bendanya dijalan Allah. Mereka
berharapo hal yang demikian dapat menjadi penebus dosa dan maksiat yang telah
mereka kerjakan. Kalau para ulama dan para ahli berbagai ilmu pengetahuan
banyak berbuat amal shaleh dengan keahlian mereka masing-masing maka merekpun
ingin berbuat yang serupa sebagai imbangannya.
c. Para
pembesar Negara pada masa itu dengan kekuasaannya, telah berhasil mengumpulkan
harta kekayaan yang banyak. Mereka khawatir kalau nantinya kekayan tersebut
tidak bias diwariskan kepada anak-anaknya, karena diambil oleh sultan.anak-anak
mereka akan menjadi terlantar dan hidup dalam kemiskinan.
Untuk menghindari hal tersebut, mereka mendirikan
madrasah-madrasah yang dilngkapi dengan asrama-asrama dan dijadikan sebgai
wakaf keluarga. Anak-anak dan kaum keluargalah yang berhak mengurus harta
kekayaan wakaf tersebut, sehingga kehidupan mereka dengan demikian akan
terjamin.
d. Disamping
itu, didirikannya madrasah-madrasah tersebut ada hubungannya dengan usaha-usaha
untuk mempertahankan dan mengembangkan aliran keagamaan dari para pembesar
Negara yang bersangkutan. Dalam mendirikan sekolah ini mereka mempersyaratkan
harus diajarkan aliran keagamaan tertentu, dan dengan demikian aliran keagamaan
tersebut akan berkembang dalam masyarakat.
Walau bagaimanapun motivasinya namun jelas bahwa
dengan berkembangnya madrasah-madrasah karena muslimin telah mendapat
kesempatan yang luas untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.[4]
Dengan
berdirinya madrasah-madrasah tersebut, lengkaplah lembaga pendidikan islam yang
bersifat formal, mulai dari tingkat dasar yaitu Kuttab sampai tingkat menengah
dan tingkat tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan formal ini belum mempunyai
kurikulum yang seragam tetapi masih bervariasi antara madrasah satu dengan
lainnya. Hal ini sangat tergantung kepada keahlian guru-gurunya, tendangan
tentang kepentingan suatu ilmu pengetahuan, dan berhubungan pula dengan
perhatian daripada pembesar pendiri sekolah-sekolah atau madrasah yang
bersangkutan.
2. Kurikulum
Kurikulum
adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa.
Lebih luas lagi, kurikulum bukan hanya sekedar rencana pelajaran, tetapi semua
yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Kurikulum
dalam lembaga pendidikan Islam pada mulanya berkisar pada bidang studi
tertentu. Namun seiring perkembangan sosial dan cultural, materi kurikulum
semakin luas. Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah
tingkat rendah adalah al-Quran dan agama, membaca, menulis, dan berenang.
Sedangkan untuk anak-anak amir dan penguasa, kurikulum tingat rendah sedikit
berbeda. Di istana-istana biasanya ditegaskan pentingnya pengajaran ,ilmu
sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-ilmu pokok seperti
al-Quran, syair, dan fiqih. Setelah usai menempuh pendidikan rendah, siswa
bebas memilih bidang studi yang ingin ia dalami di tingkat tinggi.
Ilmu-ilmu
agama mendominasi kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti
masjid, dengan al-Quran sebagai intinya. Ilmu-ilmu agama harus dikuasai agar
dapat memahami dan menjelaskan secara terperinci makna al-Quran yang berfungsi
sebagai fokus pengajaran.
3. Metode
Pengajaran yang Baik
Dalam
proses belajar mengajar, metode pengajaran merupakan salah satu aspek
pengajaran yang penting untuk mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari
seorang guru kepada para pelajar. Metode pengajaran yang dipakai dapat
dikelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan. [5]
a. Metode
Lisan
Metode
ini dapat berupa dikte, ceramah, qira`ah, dan dapat berupa diskusi. Dikte
(imla) adalah metode untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman
sehingga pelajar mempunyai catatan yang dapat membantunya terutama bagi yang
daya ingatnya tidak kuat. Metode ceramah (al asma`), yaitu guru membacakan
bukunya atau menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid
mendengarkannya. Pada saat tertentu guru memberi kesempatan kepada murid untuk
menulis dan bertanya. Metode qira`ah (membaca) biasanya digunakan untuk
membaca. Sedangkan diskusi merupakan metode pengajaran dalam pendidikan Islam
dengan cara perdebatan.
b. Metode
Hafalan
Metode
ini dilakukan oleh murid dengan cara membaca berulang-ulang sehingga pelajaran
melekat di benak mereka. Dalam proses selanjutnya, murid mengeluarkan kembali
pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam suatu diskusi dia dapat merespon,
mematahkan lawan, atau memunculkan ide baru.
c. Metode
Tulisan
Metode
ini merupkan metode pengkopian karya-karya ulama. Metode ini di samping
bermanfaat bagi proses penguasaan pengetahuan juga sangat besar artinya bagi
penggandaan jumlah buku karena pada masa itu belum ada mesin cetak.
4. Kehidupan
Murid
Ciri
utama kehidupan murid dalam pendidikan tingkat dasar adalah :
a. Diharuskannya
belajar membaca dan menulis.
b. Bahan
pengajarannya menggunakan syair-syair dan bukan al Qur`an karena dikhawatirkan
mereka membuat kesalahan yang akan menodai al Qur`an.
c. Murid-murid
diajarkan membaca dan menghafalkan al Qur`an.
d. Pada
sekolah dasar tidak ditentukan lamanya belajar dan tergantung pada kemampuan
anak-anak.
e. Hubungan
guru dan murid sebagai hubungan orang tua dan anak.
Pada
pendidikan tingkat tinggi murid-murid bebas memilih guru yang mereka sukai yang
dianggapnya paling baik. Di antara ciri khas pendidikan di masa Masa Abbasiyah
adalah teacher oriented , yaitu kualitas suatu oendidikan tergantung pada guru.
Pelajar bebas mengikuti suatu pelajaran yang dikehendaki dan bisa belajar
dimana saja, misdalnya di perpustakaan, toko buku, rumah ulama atau tempat
terbuka. Pelajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pelajar tidak tetap,
yang terdiri dari para pekerja yang mengikuti pelajaran untuk menunjang profesi
dan pelajar tetap, yaitu pelajar yan g mempunyai tujuan utama untuk belajar dan
menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar. Setiap pelajar membuat daftar
guru-guru yang mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah. Daftar tersebut
digunakan sebagi bukti bahwa mereka telah belajar kepada guru-guru yang terkenal
dan dapat mengetahui kualitas hadits yang mereka terima dari seorang guru.
5. Semangat
Rihlah Ilmiyah
Salah satu ciri yang paling menarik dalam
pendidikan Islam di masa itu adalah sistem Rihlah Ilmiyah, yaitu pengembaraan
atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan adanya sistem ini pendidikan di
masa Masa Abbasiyah tidak hanya di batasi dengan dinding kelas (school without
wall) tetapi memberikan kebebasan kepada murid untuk belajar kepada guru-guru
yang mereka kehendaki. Guru-guru juga melakukan perjalanan dan pindah dari satu
tempat ke tempat lain untuk mengajar sekaligus belajar, sehingga sistem rihlah
ilmiyah disebut dengan learning society (masyarakat belajar). Kebebasan
perjalanan di berbagai daerah Islam menyebabkan pertukaran pemikiran (culture
contact) terus berlangsung antar masyarakat Islam sehingga dinamika sosial dan
peradaban Islam terus berlangsung. Syalabi, mengutip dari Nicholson menjelaskan
bahwa melakukan perjalanan ilmiah laksana lebah mencari bunga ke tempat yang
jauh kemudian mereka kembali ke kota kelahirannya dengan membawa madu yang
manis.
6. Semangat
Wakaf
Lembaga
wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan Islam. adanya sistem
wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang menganggap bahwa
ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syari`ah Islam sehingga aktifitas
ekonomi memppunyai tujuan ibadah dan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu di
saat ekonomi Islam mencapai kemajuan, umat Islam tidak segan-segan
membelanjakan uangnya untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam seperti
halnya untuk pelaksanaan pendidikan Islam. Dengan dipelopori penguasa Islam
yang cinta ilmu seperti Harun al Rasyid dan al Ma`mun maka berdirilah
lembaga-lembaga pendidikan untuk keilmuan. Menurut Syalabi, bahwa khalifah al Ma`mun
adalah orang yang pertama kali memberikan pendapatnya tentang pembentukan badan
wakaf.[6]
7. Semangat
penyebaran ilmu
Semangat
penyebaran ilmu dapat dilihat terutama dari produktivitas mereka dalam bidang
ilmu pengetahuan. Para ulama dan cendikiawan tersebut telah menulis buku yang
luar biasa banyaknya. Seorang ilmuwan atau ulama bisa saja menulis sampai
ratusan karya. Karya-karya mereka itu tersimpan diperpustakaan. Tokoh-tokoh
seperti, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibn Rasyid, dan Ibn Khaldun, begitu
juga imam-imam mazhab yang empat (Maliki, Hanafi, Syafi,I dan Ahmad bin
hambal).[7]
[1] Hasan Ashari. Esai-Esai Sejarah, pendidikan dan Kehidupan
(Medan: Cita Pustaka Media Perintis. 2009) h. 3
[3] Zaini Muchtarom. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: IAIN
Jakarta. 1985) h. 99
[5] Badrim Yatim. Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Abbasiyah.
(Jakarta : Grafindo Persada, 2006), h. 101-102
[6] Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara. 2006) h.12-13
[7] Haidar dan Nurgaya. Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:
Kencana. 2013) h.135
No comments:
Post a Comment